klikata.co.id|Bukittinggi|Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Fort De Kock mengadakan konferensi pers, Rabu 26 Juli 2023, di kampus UFDK terkait pernyataan Martias Wanto, Sekda Bukittinggi, yang menyampaikan bahwa IMB UFDK bermasalah serta meungkapkan rasa kekecewaan dari ketidakhadiran BEM UFDK atas undangan yang telah disampaikan sebelumnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Akbar Miftahul Riski selaku presiden mahasiswa menanggapi pernyataan tersebut dengan menyampaikan beberapa point.
Pertama, terkait Pemko Bukittinggi merasa tersinggung karena tidak dipenuhi undangan berdialog oleh BEM UFDK.
"Kami tidak pernah meminta untuk berdialog dengan Wali Kota Erman Safar, karena kami hanya meminta agar segera menyerahkan sertipikat yang sudah menjadi hak milik Yayasan Fort De Kock, Sekiranya Pemko mau berdialog, sangatlah waras kiranya pihak Pemko tersebut mengundang Yayasan Fort De Kock itu sendiri, yang sudah terang benderang yang menggugat Pemko, bukan kami mahasiswa" kata Akbar Miftahul Riski
Kedua, terkait Pemko meyatakan tidak bisa serta merta menyerahkan sertifikat tersebut karena ada masalah hukum.
"Setahu kami masalah hukum sudah final dan sudah berkekuatan hukum tetap Mahkamah Agung (inkrah), dimana dari uji hasil 2 proses perikatan jual beli yang ada, yang diakui oleh Pengadilan adalah Jual Beli antara Syafri ST Pangeran (Pemilik Tanah) dengan Yayasan Fort De Kock, yaitu dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung Nomor : 2108 K/Pdt/2022 yang sudah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Bukittinggi pada Tanggal 14 Oktober 2022." kata Akbar Miftahul Riski
Ketiga, terkait Pemko meyatakan tidak ada satu kalimat dari Putusan Pengadilan itu mengatakan Pemko untuk menyerahkan Sertifikat.
"Perlu dipahami oleh pihak Pemko, bahwa tidak ada pula satupun kalimat dalam putusan Pengadilan tersebut yang melarang Pemko Bukittinggi untuk menyerahkan sertipikat yang tidak atas nama Pemko tersebut, melainkan masih atas nama Hak Milik 655, Syafri ST Pangeran (selaku penjual). Dan oleh karena hal tersebutlah, maka amar Putusan point 4 Pemko selaku Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli yang tidak beritikad baik, yang merugikan Penggugat (Yayasan Fort De Kock), yang tidak layak untuk mendapatkan perlindungan secara hukum. Dengan pengertian putusan ini tidak ada satupun alasan pemko untuk menahan sertipikat dimaksud karena sudah diperintahkan dalam point amar putusan berikutnya yang menghukum para tergugat untuk tunduk dan patuh menjalani putusan." kata Akbar Miftahul Riski
Keempat, Pemko menyatakan bangunan yang tanpa IMB yang sudah sampai SP3 yang sudah layak kami lakukan pembongkaran tetapi kami tidak melakukannya tanda keberpihakan kepada pendidikan.
" Setau kami bangunan Kampus induk Fort De Kock sudah memiliki IMB pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2016 ada pembangunan tambahan Gedung untuk Pustaka dan Pusat olahraga mahasiswa, 1 bulan sebelum proses pembangunan dimulai Yayasan Fort De Kock telah mengajukan permohonan IMB ke PTSP Dinas PUPR Kota Bukittinggi, dan tidak pernah ditanggapi sampai selesai bangunan pada akhir tahun 2016. Dan lucunya baru di tanggapi oleh pihak PUPR pada tahun 2018, sesuai dengan suratnya Nomor : 650.208/DPUPR-TR/IV-2018. Tanggal 13 April 2018.
Disisi lainya, Akbar juga menjelaskan bahwa peringatan ke-I dan ke-II baru dikeluarkan pada tahun 2019 serta peringatan ke-III diberikan pada tahun 2021.
"Kami menilai Peringatan ini adalah Peringatan yang telat mikir (telmi). Ini hanya arogansi kekuasaan saja, karena kurang memahami aturan yang berlaku dimana masalah IMB diatas tanah yang sudah HGB hanya merupakan persyaratan administratif sehingga sanksi pun sifatnya hanyalah sanksi administrasi seperti pemutihan atau denda.
Namun hari ini bangunan sudah selesai dan telah pula dimanfaatkan oleh Pemko baru dipermasalahkan, Apakah ini yang dikatakan berpihak kepada dunia Pendidikan." kata Akbar Miftahul Riski
Kelima, terkait Pemko menyatakan sebagai tanda bukti kepedulian terhadap dunia pendidikan jika sudah selesai masalah asset kapan perlu kami bisa saja menghibahkan.
"Perlu kami pertanyakan lagi kepada Pemko Bukittinggi tanah mana yang mau dihibahkan? Dan apa sudah mendapatkan persetujuan DPRD Kota Bukittinggi? Atau mungkin yang dimaksud tanah SHM 655 tersebut diatas? Ketahuilah SHM 655 sudah sah milik Yayasan Fort De Kock dan sudah dilunasi pembayarannya di Pengadilan sewaktu proses eksekusi, sudah pula di ukur ulang/tunjuk batas oleh BPN Kota Bukittinggi serta telah dikuasai secara baik dengan memagar beton permanen.
Jadi menurut kami pernyataan Martias Wanto, Sekda Bukittinggi tersebut ngawur dan tidak masuk akal sehat, sedangkan perintah putusan Mahkamah Agung saja tidak diakui dan dipatuhi, kok ada lagi itikad mau menghibahkan? Sangat mustahil dan jelas ini adalah pembohongan publik yang berjilid-jilid." kata Akbar Miftahul Riski
Ke enam, terkait Mahasiswa seharusnya tidak perlu tahu dengan perkara ini, karena akan mengganggu konsentrasi mahasiswa.
"Pernyataan Pak Sekda Bukittinggi yang melarang kami tidak perlu tahu terhadap proses dinamika yang terjadi di Kota Bukittinggi ini terkait kebijakan telah menghina hak intelektualitas kami selaku mahasiswa Indonesia sebagai agent of change, dimana dengan pernyataan diatas, telah dengan tendensius menempatkan kami hanya sebagai mahasiswa yang tugasnya hanya duduk dan belajar saja di kampus dan tidak boleh mengkritisi dan menyuarakan suara hati masyarakat.
Perlu juga kami sampaikan kepada Pemko Bukittinggi, bahwa sesungguhnya Dewan Pembina Yayasan Fort De Kock sudah melarang kami untuk melakukan segala aksi dan reaksi, karena Dewan Pembina masih memiliki energi untuk menghadapi ini semua, namun kami selaku mahasiswa memiliki peran sosial kontrol untuk itu.
Namun karena ini sudah menjadi ranah kepentingan kami sebagai mahasiswa dan masyarakat banyak, maka fardu kifayah kami wajib turun, Sebab kami juga terdampak, kami telah sepakat untuk menolak kepindahan kampus Universitas Fort De Kock ke Agam, dan mendesak Yayasan Fort De Kock agar segera penambahan fasilitas Gedung belajar, jika terhalangnya pembangunan ini karna sertifikat belum dikuasai oleh Yayasan kami, maka secara jelas kami ikut merasakan dampaknya. " kata Akbar Miftahul Riski
Selain dari enam point yang disampaikan itu, Akbar Miftahul riski juga mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap Erman Safar, Wali Kota Bukittinggi. Akbar juga menegaskan akan terus mengawal dan turun lagi dengan jumlah masa yang lebih banyak.
"Hari ini Wali Kota Erman Safar telah mengecewakan kami, tidak sesuai janjinya saat kampanye dahulu yang katanya akan mendukung dalam dunia Pendidikan. Kami mahasiswa akan terus mengawal dan akan mendesak Pemko Bukittinggi menyerahkan SHM 655. Aksi pertama kemaren baru perwakilan mahasiswa yang menjabat di Kampus, jika Wali Kota Erman Safar masih bertele-tele dan hanya mencari pencitraan diatas persolan ini, maka ribuan teman-teman di kampus akan kami ajak kuliah ke jalan, berlantaikan aspal beratapkan awan, tak akan pulang sebelum berhasil." Ujar Akbar Miftahul Riski (Imron)