Klikata.co.id|Bukittinggi|Pada periode Wali Kota Erman Safar kasasi Pemko Bukittinggi di Mahkamah Agung terus berlanjut. Dalam proses kasasi Pemko Bukittinggi berupaya untuk mensertipikatkan tanah yang masih dalam objek perkara di Pengadilan. Upaya Pemko tersebut tertuang dalam surat permohonan yang di kirim ke BPN Bukittinggi, November 2021, nomor :590.937/DUPR-PTNH/XI-2021. Surat permohonan yang di kirim oleh Pemko Bukittinggi untuk pembuatan sertipikat di tolak oleh BPN melalui surat dengan nomor : MP.02.03/53-13.75/600/1/2022, 27 Januari 2022. Alasan BPN menolak permohonan tersebut dikarenakan objek masih dalam perkara di Mahkamah Agung.
Boy Isabena, S.T, bagian penetapan hak di BPN Bukittinggi pada klikata.co.id, Kamis 31 maret 2022, mengatakan bahwa permohonan dari Pemko Bukittinggi tidak dapat di proses karena masih dalam objek perkara di tingkat kasasi di Makamah Agung. Boy juga menjelaskan bahwa BPN menunggu proses putuan dari kasasi Pemko Bukittinggi di Mahkamah Agung. Di sisi lainnya BPN juga menjadi mediator. Namun rencana BPN untuk mencarikan win-win solution dari objek yang disengketakan tidak membuahkan hasil dan berakhir tanpa ada kesepakatan apapun dari ke dua belah pihak.
Upaya Pemko Bukittinggi untuk menguasai tanah bukik batarah dengan cara yang tidak lazim berlanjut dengan permintaan damai di bawah tangan. Kondisi ini diceritakan oleh kuasa hukum Yayasan Fort De Kock, Didi Cahyadi, SH ke klikata.co.id. Permintaan damai tersebut disampaikan oleh Martias Wanto, Sekda Bukittinggi kepada pembina Yayasan Fort De Kock, Drs.Zainal Abidin,MM di saat menghadiri acara wisuda Univeristas Fort de Kock Bukittinggi.
"Pengajuan sertipikat dan permintaan damai dibawah tangan itu memang fakta peristiwa, dan pertemuan itu benar adanya. Martias Wanto yang meminta kepada Pembina Yayasan Fort De Kock untuk berdamai dibawah tangan terkait perkara yang sedang dihadapi oleh Pemko Bukittinggi. Permintaan itu disaksikan oleh beberapa orang setelah acara wisuda Universitas Fort De kock"ungkap Didi pada klikata.co.id
Didi Cahyadi Ningrat,SH juga menambahkan bahwa BPN Bukittinggi mengundang Yayasan Fort De Kock untuk diminta penjelasan lebih lanjut
"Dalam undangan oleh BPN Bukittinggi kita sebagai kuasa hukum Yayasan Fort De Kock tidak mengetahui bahwa Pemko Bukittinggi juga turut diundang dalam pertemuan tersebut, dan diwakii oleh Isra Yoza,SH.MH selaku Assisten I, Bagian Hukum, Bagian Aset, serta Kabid Petanahan. Dalam pertemuan tersebut masih bergulir dengan hal yang sama bahwa Pemko Bukittinggi berkeinginan untuk mensertipikatkan tanah yang masih bersengketa di pengadilan. Kita tentu memberikan argumentasi hukum bahwa yang dilakukan oleh Pemko adalah kekeliruan besar" ungkap Didi Cahyadi pada klikata.co.id
Pemko Bukittinggi Abai
Sistem peringatan dini yang telah disampaikan oleh kuasa hukum YFDK, Didi Cahyadi, SH & Rekan tidak di gubris oleh Pemko Bukittinggi. Perihal ini dibuktikan adanya informasi yang berkembang ditengah publik terkait permintaan Yayasan Fort De Kock untuk berdamai dengan Pemko Bukittinggi. Situasi ini dibantah oleh Didi bahwa gugatan YFDK telah dikuatkan oleh putusan Pengadilan.
"Informasi itu tidaklah benar. Dalam proses gugatan Yayasan Fort De Kock pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi disudah dimenangkan. Kita bicara sesuai hukum acara saja. Adapun narasi yang dibangun oleh pihak yang tidak bertanggung jawab adalah bentuk upaya mengaburkan informasi sebenanarnya"ujar Didi pada klikata.co.id
Didi Cahyadi juga menegaskan bahwa kita sudah peringatan Pemko Bukittinggi sejak adanya dua putusan Pengadilan Negeri dan Tinggi untuk dijadikan sebagai sistem peringatan dini. Peringatan ini juga dikuatkan apabila kasasi Pemko Bukittinggi di tolak pengadilan tentu akan mucul dugaan tanah fiktif.
"Kasus tipikor belum selesai 100%. Kemudian ada persoalan mengenai pengadaan barang dan jasa yang belum clear and clean, sambil bergulir sekarang muncul lagi ada rencana atau proses untuk mengalih namakan objek atau jual beli tanah atas nama Syafri St. Pangeran yang menjadi objek perkara untuk dijadikan aset Pemerintah Kota"ujar Didi pada klikata.co.id
Didi Cahyadi mengakui sejak keluarnya putusan pengadilan tingkat pertama pihak Pemko tidak pernah melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah dengan mengundang Yayasan Fort De Kock untuk membahas permasalahan ini secara komprehensif.
Adapun yang dikhawatirkan akan mengurai kembai tipikor jilid I dalam perkara tindak pidana korupsi yang dahulunya berada di atas objek sengeketa. Kondisi ini tentu menjadi terobosan dalam kontek peradilan yang dimungkinkan dalam konsep perkara perdata.
Kasasi Pemko di Tolak Mahkamah Agung
Pengurus Yayasan Fort De Kock akhirnya bisa bernafas lega setelah sengketa kepemilikan tanah yang terletak di Bukik Batarah, Kelurahan Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Salayan, Kota Bukittinggi telah menemui titik terang dengan ditolaknya kasasi Pemko Bukittinggi selaku pemohon oleh Mahkamah Agung RI, atas nomor perkara: 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt, Selasa 28 Juni 2022. Adapun putusan kasasi tercantum melalui website informasi perkara Makamah Agung RI dengan nomor register; 2018 K/PDT/2002, dan di pimpin oleh Hakim Agung Dr.Ibrahim, SH, MH, LL.M. (P1), Dr. Haswandi, SH, SE, M.Hum, M.M (P2), Dr.H. Hamdi, SH, M. Hum. (P3) yang memutuskan menolak kasasi Pemko Bukittinggi.
Didi Cahyadi Ningrat, SH & Tim selaku kuasa hukum Yayasan Fort De Kock ketika di wawancara oleh klikata.co.id, Senin 1 Agustus 2022, menyampaikan bahwa Mahkamah Agung telah menolak kasasi Pemko Bukittinggi.
"Kita bersyukur atas putusan ini dan mengakhiri polemik-polemik yang terjadi selama ini. Langkah selanjutnya kita menunggu kiriman berkas dari Mahkamah Agung dan meminta salinan lengkap putusan dari Pengadilan Negeri Bukittinggi. Kemudian kita akan melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang menyatakan Pemko Bukittinggi melakukan perbuatan melawan hukum atas pembelian tanah Syafril St. Pangeran, dkk. Berikutnya sesuai amar putusan kita akan menyelesaikan pembelian tanah dengan Syafri St.Pangeran" kata Didi pada klikata.co.id.
Sidang Aamaning
Pengadilan menggelar sidang aamaning pertama untuk menentukan eksekusi perkara gugatan perdata Yayasan Fort De Kock yang telah memiliki ketetapan hukum melalui putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi serta Mahkamah Agung nomor; 2018/K/Pdt/2022, Selasa 4 Oktober 2022. Sidang aamaning dipimpin oleh Supardi, SH,MH, selaku Hakim Ketua, dan dihadiri oleh Didi Cahyadi,SH & Rekan selaku kuasa hukum dari Yayasan Fort De Kock/pemohon. Adapun pihak termohon, Syafri St. Pangeran /Tergugat 1, H. Arjulis Dt. Basa /Tergugat 2, Isra Yonza Asisten 1, mewakili Pemko Bukittinggi /Tergugat 4, Notaris Hj. Tessi Levino, SH /Tergugat 5, dalam sidang aamaning telah di minta Hakim untuk mematuhi putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi selama delapan hari.
Isra Yonza, Asisten I, mewakili Pemko Bukittinggi/tergugat 4 saat di wawancara oleh klikata.co.id (4/10) mengatakan bahwa aamaning/teguran yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan untuk melaksanakan putusan yang telah inkrah. Kepada para pihak diberikan waktu delapan hari untuk melaksanakannya. Adapun pihak Pemko tidak akan memberikan dokumen terkait objek perkara dengan alasan tidak masuk dalam putusan yang bersifat menghukum/ amar ke lima para tergugat.
'Yang dihukum dalam amar putusan ke lima tersebut adalah para para tegugat 1,2,3, dan 4 tidak masuk dalam para tergugat. Para tergugat 1,2,3 nantinya melajutkan perjanjian PPJB dengan Yayasan Fort De Kock. Akta Jual Beli (AJB) Pemko dengan tergugat 1, 2, 3, belum dibatalkan oleh Pengadilan" kata Isra Yonza
Komentar Isra Yonza saat di wawancara oleh klikata.co.id di tanggapi oleh kuasa hukum YFDK, Guntur Abdurahman, SH, MH dan Didi Cahyadi Ningrat, SH, (4/10). Guntur mengatakan bahwa putusan pengadilan sudah final dan putusan Pengadilan harus dijalankan.
"Yang perlu kita tegaskan bahwa putusan telah menghukum para tergugat. Mereka tahu nggak sebagai tergugat? Kalau mereka tahu sebagai tergugat, mereka harus tunduk dalam putusan tersebut. Apapun prinsipnya, putusan harus dianggap benar dan dijalankan. Putusan Pengadilan Negeri, dikuatkan melalui Pengadilan Tinggi, serta Mahkamah Agung telah menghukum tergugat " kata Guntur
Guntur menambahkan bahwa PPJB dengan Syafri St.Pangeran wajib dilajutkan sampai hak beralih ke Yayasan Fort De Kock. Adapun putusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap/inkrah tidak dapat dibatalkan.
Guntur menyampaikan apabila Pemko tidak koperatif dalam menjalankan putusan pengadilan tentu akan berdampak pada evaluasi jabatan Walikota Bukittinggi.
"Sempurna pelanggaran hukum Wali Kota Erman Safar apabila tidak tunduk atas putusan pengadilan" kata Guntur
Didi Cahyadi Ningrat, SH juga mempertanyakan pendapat Isra Yonza, Asisten I Kota Bukittinggi dalam permohonan eksekusi gugatan YFDK.
"Apakah pendapat Isra Yonza selaku Asisten I mewakili Pemko Bukittinggi atau kepentingan pihak lain? Pemko Bukittinggi harus tahu posisinya sebagai tergugat. Putusan ini sudah diuji dua tingkat peradilan, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Tidak ada boleh lembaga lain yang menafsirkan putusan pengadilan selain melaksanakan putusan tersebut. Apabila pendapat ini diduga secara pibadi tentu Isra Yonza telah menyalahgunakan wewenang atas kuasa yang telah diberikan Wali Kota Erman Safar" kata Didi
Didi juga mengatakan bahwa Pemko Bukittinggi seharusnya memfasilitasi dunia pendidikan dan bukan sebaliknya. Permasalahan ini tidak lepas dari Pemerintah sebelumnya , dan Isra Yonza selaku Kabag Hukum Pemko Bukittinggi di saat itu.
Berbanding Terbalik
Sikap Wali Kota Erman Safar berbanding terbalik terkait proses hukum yang di tempuh oleh Pemko Bukittinggi. Saat di wawancara oleh klikata.co.id (26/8) Erman Safar mengakui pro dunia pendidikan.
"intinya pemerintah pro dunia pendidikan, apapun keputusan yang diinginkan oleh pihak untuk kepentingan pendidikan kami akan support, selama itu sesuai dengan aturan hukum" kata Erman
Erman Safar juga menanggapi dugaan Pemko Bukittinggi membeli tanah fiktif dan akan membahas kajian hukum secara internal.
"Kami akan bersikap pro dunia pendidikan, sepanjang sesuai dengan aturan" kata Erman
Tanggapan Anggota DPRD
Pelbagai tanggapan muncul di ranah publik setelah upaya kasasi Pemko Bukittiggi di tolak Mahkamah Agung. Rencana pembangunan gedung DPRD yang memakan waktu selama 16 tahun telah gagal total. Klikata.co.id telah merangkum dua tanggapan Anggota DPRD Kota Bukittinggi. Ibra Yaser, anggota DPRD Fraksi PKS serta Asril, SE, anggota DPRD Fraksi Nasdem.
Tanggapan pertama disampaikan oleh Ibra Yaser, Anggota DPRD Bukittinggi dari Fraksi PKS saat di konfirmasi oleh klikata.co.id akan mendesak Pemko Bukittinggi terkait perihal ini.
"Kita akan mendesak Pemko Bukittinggi dalam hal ini Wali kota untuk menjelaskan terkait putusan kasasi Mahkamah Agung atas perkara nomor: 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt. Kondisi ini berpotensi adanya kerugian negara. Bagaimana dengan tanah Bukik Batarah. Kami akan meminta pertanggungjawaban Erman Safar selaku Walikota atas permasalahan ini" kata Ibra Yaser pada klikata.co.id.
Ibra Yaser juga menambahkan bahwa Erman Safar selaku Wali kota kurang memahami atas permsalahan yang terjadi.
Tanggapan senada juga disampaikan oleh Asril, SE, Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem saat di konfirmasi klikata.co.id bahwa Pemko Bukittinggi mendiamkan permasalahan ini mungkin kaget atas ditolaknya kasasi yang di ajukan ke Mahkamah Agung.
"Pada awalnya keyakinan Pemko Bukittinggi akan berhasil. Ternyata sampai akhir rencana tidak sesuai dengan putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi"kata Asril pada klikata.co.id
Asril juga menambahkan bahwa Pemko harus meminta uang yang telah diberikan ke Syafril St.Pangeran dan Yayasan Fort De Kock bisa melajutkan kembali pembelian yang belum terselesaikan.
"Yayasan Fort De Kock bisa melajutkan kembali pembelian tanah yang belum terselesaikan. Secara alurnya Syafril St.Pangeran harus mengembalikan uang Pemko Bukittinggi yang telah di berikan. Terkait Putusan Kasasi bisa dipastikan Tanah Pembangunan DPRD Kota Bukittinggi telah hilang" ujar Asril pada klkata.co.id (RJA)