Semangat Inovasi - KliKata.co.id

Pemko Bukittinggi Beli Tanah Fiktif, Pembangunan Kantor DPRD Gagal (Bagian I)
Ramlan Nurmatias memperlihatkan sertipikat setelah kalah dalam gugatan di Pengadilan Negeri Bukittinggi | Pay
News / Internasional

Pemko Bukittinggi Beli Tanah Fiktif, Pembangunan Kantor DPRD Gagal (Bagian I)

Sabtu, 10 September 2022 22:39 WIB oleh admin

klikata.co.id|Bukittinggi|Tuduhan Pencaplokan tanah yang dialamatkan Pemerintah Kota Bukittinggi pada periode Wali kota Ramlan Nurmatias ke Yayasan Fort De Kock sudah terbantahkan melalui putusan Mahkamah Agung dengan nomor; 2018/K/Pdt/2022, terkait pembelian tanah di Bukik Batarah, Kelurahan Manggih Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Salayan, Kota Bukittinggi.

Kasus ini berawal dari gugatan perdata Yayasan Fort De Kock ke Pengadilan Negeri Bukittinggi terkait adanya wanprestasi dari ; Syafri St. Pangeran /Tergugat 1, H. Arjulis Dt. Basa /Tergugat 2, Muhammad Nur /Tergugat 3, Pemko Bukittinggi /Tergugat 4, Notaris Hj. Tessi Levino, SH /Tergugat 5, atas tanah yang di beli oleh Yayasan Fort de Kock ke Syafri St. Pangeran seluas 12.000m2 pada tahun 2005 dengan uang muka Rp.425 Juta, dan pelunasan selajutnya setelah terbitnya sertipikat. Namun pada tahun 2007, Syafri St. Pangeran menjual sebahagian tanah pada Pemko Bukittinggi yang telah menjadi komitmen dengan Yayasan Fort De Kock sebelumnya. Dampak perihal tersebut membuat Yayasan Fort de Kock mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Bukittinggi.

Adapun dasar gugatan wanprestasi adalah perjanjian jual beli (PPJB) nomor :150/D/XI/2005 yang dilegalkan oleh notaris Hj.Tessi Levino,SH dalam hal ini selaku tergugat 5. Dalam gugatan pokok Yayasan Fort de Kock di PN Bukittinggi dalam perkara No. 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, tanggal 11 Maret 2020, Majelis Hakim PN Bukittinggi telah mengabulkan gugatan dengan menyatakan: PPJB yang dibuat untuk pembelian tanah di Bukit Batarah berlaku mengikat dan sebagai undang-undang. Dalam putusan PN Bukittinggi menyebutkan bahwa Pemko Bukittinggi adalah sebagai bentuk pembeli yang tidak beritikad baik sehingga tidak perlu dilindungi oleh hukum.

Didi Cahyadi, SH selaku kuasa hukum Yayasan Fort Kock saat dihubungi oleh klikata.co.id mengatakan bahwa upaya setelah putusan diterima dari Mahkamah Agung akan melakukan permintaan eksekusi objek melalui pengadilan.

"Apa yang dituduhkan oleh Pemko Bukittinggi selama ini pada Yayasan Fort De Kock atas pencaplokan tanah di Bukik Batarah sudah terbantahkan dan tidak terbukti. Perihal ini bisa kita lihat dengan ditolaknya kasasi Pemko Bukittinggi oleh Mahkamah Agung" kata Didi

Didi Cahyadi, SH menambahkan bahwa Yayasan Fort De Kock telah lama menanti kepastian hukum ini.

"Segala upaya telah dilakukan dalam proses ini agar mendapat solusi terbaik, itikad baik Yayasan Fort De Kock sudah jelas, namun karena perihal lain maka pihak Yayasan melakukan gugatan. Adapun terkait peristiwa ini, Saya sudah memberikan peringatan dini agar tidak timbul tipikor jilid II. Terntu kita saat ini menunggu eksekusi" kata Didi Cahyadi

Dari Kasus Korupsi Hingga Empat Kali Periode Ganti Wali Kota

Penantian Pemko Bukittinggi selama 15 tahun untuk membangun Kantor DPRD Kota Bukittinggi telah kandas. Putusan Mahkamah Agung telah membuktikan bahwa tanah di Bukik Batarah, Kelurahan Manggih Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Salayan adalah hak Yayasan Fort De Kock. Apalagi kasus tanah Bukik Batarah telah mengantarkan mantan Wali Kota Bukittinggi Drs.Djufri dan 10 ASN pada lingkungan Pemko Bukittinggi telah duduk di kursi pesakitan Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi.

Putusan Mahkamah Agung juga membuktikan bahwa dugaan pencaplokan yang didegungkan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi terhadap Yayasan Fort De Kock tidak terbukti secara hukum. Adapun pembelian tanah yang dilakukan oleh Pemko Bukittinggi bisa terbilang fiktif. Terkait dari peristiwa tersebut, Kilikata.co.id akan merangkum perjuangan Yayasan Fort De Kock terhadap tanah Bukik Batarah dari periode Wali Kota Djufri, Ismet Amzis, Ramlan Nurmatias, Erman Safar hingga bisa kembali melanjutkan jual beli dengan Syafri St.Pangeran.

Periode Wali Kota Djufri

Pada tanggal 23 November 2005, Yayasan Fort De Kock membeli tanah pada kaum Nauman Tuangku Nan Panjang/ Syafri St.Pangeran dengan Perikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB), luas 12.000m2 dengan uang panjar sebesar Rp.425.000.000,- di Notaris Hj. Tessi Levino, SH dengan nomor; 150/D/XI/2005 dan pelunasan dilakukan setelah sertipikat hak milik selesai.

Dari kesepakatan yang telah ada, Sayfri St.Pangeran belum sanggup menyelesaikan sertipikat hingga tahun 2006. Dalam menunggu upaya penyelesaian sertipikat dari Syafri St.Pangeran, Yayasan Fort De Kock melakukan pembelian tanah Abd Muin SHM no.274 yang terletak di depan tanah Syafri St.Pangeran, dan tanah Yusnida SHM no.573 yang menjadi akses jalan masuk. Pada tahun 2007 setipikat yang terikat PPJB telah selesai, dan Syafri St.Pangeran menjual tanah tersebut sebahagian pada Pemko Bukittinggi dengan harga Rp.250.000,-/m yang lebih tinggi dari harga pembelian Yayasan Fort De Kock senilai Rp.225.000,-/m. Dalam waktu yang tidak beberapa lama terjadi kasus tindak pidana korupsi atas pembelian tanah Bukik Batarah, dan Drs. Djufri melalui putusan nomor:08/Pid.B/TPK/2011/PN.PDG terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama serta pidana penjara selama 4 tahun dengan denda Rp.200.000.000,-. Peritiwa ini membuat 11 ASN Pemko Bukittinggi menjadi pesakitan Kejaksaan Negeri Bukittinggi.

Setelah terjadinya kasus tindak pidana korupsi, Pemerintah Kota Bukittingi tetap berupaya untuk menguasai tanah yang telah menjadi PPJB antara Yayasan Fort De Kock dengan Syafri St.Pangeran dengan tidak menerbitkan IMB serta menjadikan Bukik Batarah menjadi kawasan lindung.

Klikata.co.id mengkonfirmasi pada mantan Wali Kota Bukittinggi Drs.Djufri melalui pesan whatsapp untuk meminta pendapat atas ditolaknya kasasi Pemko Bukitttinggi terkait gugatan perdata Yayasan Fort De Kock, Rabu 7 September 2022, akan tetapi pesan tersebut hanya dibaca tanpa ada jawaban.

Periode Wali Kota Ismet Amzis

Pada periode Wali Kota Ismet Amzis menerbitkan advis palnning pembangunan kampus Stikes Fort De Kock pada tanggal 28 Februari 2011 serta mengeluarkan IMB Stikes dari Kantor KPPT Kota Bukittinggi pada tanggal 21 April 2011 dengan nomor : 503/117/IMB/KPPT-BKT/IV/2011, hingga pembangunan kampus stikes Fort De Kock rampung pada Desember 2012. Dalam pengadaan tanah Bukik Batarah, Ismet Amzis dalam kepanitian tercatat sebagai wakil penanggung jawab. Perihal yang sama juga dilakukan oleh mantan Wali Kota Bukittinggi Ismet Amzis, periode 2010-2015, saat dikonfirmasi oleh klikata.co.id melalui pesan whatsapp. Ismet Amzis tidak merespon pesan yang dikirim tersebut.

Periode Wali Kota Ramlan Nurmatias

Pada periode Ramlan Nurmatias permasalahan tanah Bukik Batarah semakin meruncing dengan Yayasan Fort De Kock. Ramlan Nurmatias mengklaim bahwa Yayasan Fort De Kock telah mencaplok tanah Pemko Bukittinggi. Ramlan Nurmatias melalui Isra Yonza selaku Kabag Hukum Pemko Bukittinggi meminta Yayasan Fort De Kock untuk membongkar bangunan dengan mengirim surat peringatan. Pada awak media saat konfrensi pers, Isra Yonza juga mengatakan bahwa terdapat dua kesalahan pada Yayasan Fort De Kock. Pertama, Yayasan Fort De Kock telah melakukan pembangunan pada tanah Pemko Bukittinggi, dan; ke dua, bahwa Yayasan Fort De Kock telah mengambil tanah fasilitas umum. Terkait kondisi yang tidak kondusif, pihak Yayasan Fort De Kock melakukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Bukittingggi terhadap Syafri St.Pangeran dan Pemko Bukittinggi masuk sebagai tergugat IV.

Saat proses gugatan perdata Yayasan Fort De Kock terhadap Pemko Bukittinggi di Pengadilan Negeri, tender pembangunan kantor DPRD tetap dilaksanakan pada 23 desember 2019. Proyek yang mengunakan APBD senilai 72 milyar tersebut telah menetapkan PT.Hana Huberta sebagai pemenang tender oleh ULP pada 31 januari 2020. Kondisi ini tidak berjalan mulus, PT. Hana Huberta tidak mentanda tangani kontrak setelah ditetapkan sebagai pemenang tender.

Ramlan Nurmatias mengirim surat pada Herman Sofyan selaku Ketua DPRD Kota Bukittinggi, 10 Februari 2020; nomor: 05/BPJB/II-2020 dan surat nomor: 600.378/DPUPR/CK/V-2020, 21 Februari 2020, terkait penyampaian keadaan kahar serta penundaan pembangunan Gedung DPRD. Dalam surat tersebut terdapat tiga kondisi yang disampaikan oleh Ramlan Nurmatias. Pertama, kondisi dalam keadaan kahar atau Force Majeure; Kedua, adanyaRefocusing(rasionalisasi) anggaran belanja modal pembangunan, dan; ketiga, belum adanya kontrak kerja dengan rekanan PT. Hana Huberta selaku pemenang tender proyek pembangunan Gedung DPRD Kota Bukittinggi.

Pada akhirnya proyek pembangunan gedung DPRD harus kandas dikarenakan tanah yang disengketakan menjadi hak Yayasan Fort De Kock. Adapun dalam gugatan pokok Yayasan Fort de Kock di PN Bukittinggi dalam perkara No. 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, tanggal 11 Maret 2020, Majelis Hakim PN Bukittinggi telah mengabulkan gugatan dengan menyatakan: PPJB yang dibuat untuk pembelian tanah di Bukit Batarah berlaku mengikat dan sebagai undang-undang.

Dalam putusan PN Bukittinggi menyebutkan bahwa Pemko Bukittinggi adalah sebagai bentuk pembeli yang tidak beritikad baik sehingga tidak perlu dilindungi oleh hukum. Selain tiga alasan yang telah disampaikan Ramalan Nurmatias pada DPRD Kota Bukitinggi, ditambah tanah lokasi pembangunan Gedung DPRD tidak milik Pemko, membuat PT. Hana Huberta mengirim surat pada Presiden Joko Widodo, bernomor; 26/PT.HH/DPRD-BT/STIII/OS-2020, pada 15 Mei 2020, atas pembatalan pembangunan gedung DPRD Kota Bukittinggi. Pada periode Wali Kota Ramlan Nurmatias, Pemko Bukittinggi dua kali mengalami kalah dalam gugatan. Pengadilan Negeri dan tingkat Pengadilan Tinggi. Adapun upaya kasasi yang ditempuh oleh Pemko Bukittinggi ke Mahkamah Agung, pucuk pimpinan kepala daerah telah berganti kepada Erman Safar.

Ramlan Nurmatias saat dikonfrimasi oleh klikata.co.id, 29 Mei 2022, mengatakan bahwa alasan pembatalan bukan karena objek sedang berpekara.

"Anggaran tidak cukup. Kita hormati proses hukum. Kalau ada masalah hukum silahkan saja"kata Ramlan pada klikata.co.id

(bersambung bagian II)


Komentar
Konten Terkait