Klikata.co.id|Bukittinggi| Upaya Pemko Bukittinggi untuk mensertifikatkan tanah yang saat ini masih dalam objek perkara dengan Yayasan Fort De Kock ditingkat kasasi Makamah Agung bernomor : 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt ditolak langsung oleh BPN Bukittinggi.
Alasan penolakan BPN Bukittinggi tersebut tertuang pada surat bernomor : MP.02.03/53-13.75/600/1/2022, tanggal 27 Januari 2022. Adapun dasar permohonan Pemko Bukittinggi pada bulan November 2021 ke BPN melalui surat bernomor :590.937/DUPR-PTNH/XI-2021,untuk mensertifikatkan tanah yang terletak di Bukik Batarah, Ganting, Kec. MKS, terkait rencana pembangunan gedung DPRD Kota Bukittinggi.
Kondisi ini disampaikan langsung oleh Boy Isabena, S.T. bagian penetapan hak di BPN Bukittinggi pada klikata.co.id, Kamis 31 maret 2022.
"Permohonan dari Pemko Bukittinggi memang ada, tapi kita tidak dapat memprosesnya karena masih dalam objek perkara di tingkat kasasi di Makamah Agung. Kita tunggu dulu putusan dari upaya hukum yang sedang berjalan. Apapun hasil putusan baru kita bisa jalankan "Kata Boy
Boy Isabena, S.T. juga mengakui bahwa BPN Bukittinggi menjadi mediator antara dua pihak yaitu Pemko Bukittinggi dengan Yayasan Fort De Kock.
"Kita sebagai mediator untuk mencarikan win-win solution dari objek yang disengketakan. Namun mediasi tersebut tidak menemukan hasil kesepakatan antara dua pihak" Ujar Boy pada klikata.co.id
Tanggapan Bagian Hukum Pemko Bukittinggi
Leni Herlinda, S.H, M.H, Kabag Hukum Pemko Bukittinggi, saat dikonfirmasi oleh klikata.co.id, Selasa 5 April 2022, mengatakan bahwa surat penolakan BPN atas permohonan Pemko Bukittinggi telah ditujukan pada Dinas PUPR.
"Surat balasan tersebut ke Dinas PUPR. Karena permohonan tersebut Dinas PUPR yang mengajukan pada BPN. Kalau ke bagian hukum apabila ada perkara saja" kata Leni.
Terkait adanya solusi saling menguntungkan bagi para pihak yang tersangkut perkara, Leni Herlinda menyampaikan akan mengkaji lebih dalam lagi.
"Penawaran win-win solution tentu ada pertimbangan dan kajian. Bagaimana dengan status kasasi sekarang, Apa alasannya, Bagaimana cara perdamiannya? Karena ada aturan yang mengikat."kata Leni pada klikata.co.id
Tidak hanya itu, Leni Herlinda berjanji akan melakukan analisa dan kajian agar menjadi pertimbangan nantinya.
Sorotan Anggota DPRD Bukittinggi
Asril, S.E. selaku Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem memberikan sorotan atas bergulirnya sengketa Pemko Bukittinggi pada tingkat kasasi di Makamah Agung dengan Yayasan Fort De Kock dari gugatan perdata bernomor : 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt.
"Permasalahan ini pernah menjadi persoalan hukum pada masa lalu sehingga ada pejabat Pemko Bukittinggi yang menerima sanksi hukum . Disini ada kelalaian atau kurang kehati-hatian membeli lahan yang telah terikat pada orang lain" kata Asril pada klikata.co.id
Asril juga mengusulkan supaya pihak Pemerintah Kota Bukittinggi segera mencari jalan tengah agar permasalahan ini segera berakhir.
"Harus kita akui bahwa Yayasan Fort De Kock telah banyak membantu Kota Bukittinggi dalam bidang pendidikan. Konflik dengan Yayasan Fort De Kock akan merugikan Pemerintah Kota Bukittinggi. Jangan nanti kita dicap oleh daerah lain bahwa kita sebagai daerah tujuan pendidikan tidak ramah pada dunia pendidikan itu sendiri, ini berbahaya sekali" kata Asril pada klikata.co.id
Kuasa Hukum Yayasan Fort De Kock
Kuasa hukum Yayasan Fort De Kock, Didi Cahyadi Ningrat, S.H ketika dikonfirmasi oleh klikata.co.id,Selasa 5 April 2022 menyampaikan bahwa Pengadilan Negeri Bukittinggi telah memberikan solusi kepada Pemko Bukittinggi & Yayasan Fort De Kock sejak awal perkara bergulir.
"Dalam konsep hukum perdata menjadi sesuatu hal yang wajib bagi majelis hakim menyampaikan kepada Pemko Bukittinggi dan Yayasan Fort De Kock bahwa sebelum putusan perkara dibacakan masih diberikan kesempatan pada para pihak untuk mencari solusi terbaik. Dalam konsep perkara Pemko Bukittinggi dengan Yayasan Fort De Kock lebih tepatnya win-win solution dan tidak ada pihak yang dirugikan" kata Didi pada klikata.co.id
Didi menambahkan adanya inisiatif dari Pengadilan Negeri Bukittinggi dalam memberikan ruang bagi para pihak telah ada sejak tahapan persidangan. Tentunya pihak-pihak yang memahami permasalahan harus membuka mata dan hati terkait solusi dari Pengadilan ini.
"Sesuai arahan Pengadilan tentu poin terbesarnya ada pada Pemerintah Kota Bukittinggi. Ketika kita mencari win-win solution terhadap masalah ini,salah satunya dengan metode ruslah, tentu Pemerintah Kota memiliki regulasi internal, eksternal dan badan pengawas untuk menguji win-win solution ini" kata Didi.
Adapun langkah kongkret yang seharusnya dicapai Pemko Bukittinggi yaitu tidak menunjukan sikap rivalitas pada dunia pendidikan dalam pandangan Didi Cahyadi Ningrat.
(RJA/Ivan)